Sy prnah mximak sbuah brita d tv swasta, bhwa umat islam d bali tdk salat jumat hax krna ingin mnghrmati umat buda yg sat it sdang meraykan hari xepi yg mrupakan hri rya mreka. Alasan mreka untk toleransi antr umat bragama.
Prtanyaan:
1. adkah dlm islm yg d sbut dg tolernsi agma.?
Jawaban:
== Dedy Heart
1. Toleransi yg gk keluar dr undang2 islam...
2. Tetap gk boleh bgi orng islam mniggalkn ibadah semisal solat...
Toleransi dg orang kafir ad tiga:
1: Ridhok dg k kafiranx & in hkumx kafir
2: mo'asyarotul al-jamilah yakni toleransi dg baik bihasbi- dzohirx saja...& in tdk d larang
3: ada d antara keduax seperti kita px sanak pamili orang kafir atau krn cnta pd meraka cuma myakin bahwasax agamx adalah batil & in tdk smpek kafir
Cm di larang.........kitab Fakhrur-alrozi juz 4 hl/12
== Ikhwan El Faza
toleransi dlam islm itu ad spert yg d sbut dlm al Qur an ........................lakum dinunuk waliyadin adpun limitasi tlernsi adlah sebatas tdk keluar dr koridor2 syar'ie n tambihun tolernsi itu tidk sampai menrunkan drajat n martabt sert tidk berindkasi penetapn kekuasaan mereka org kafir spert dlm al quran walaa tehahu watadau ilassilm waantum a'laun.........!
== Ghunung Pote
toleransi dg lain agama sngat d anjurkan dlm islam apalagi muslimin dlm posisi lemah tapi ttap wajib ngerjakan al wajibat, krn toleransi ttap hrus syar'iiyat
toleransi d indonesia juga bisa brrti muahadah,muamanah dn yg searti walau tdk prsis krn posisi org islam scara dunia memang d jepit ole amerika eropa cs atau lbih tepat yakjuj makjuj msa kini
== Muqit Ismunoer
Islam adalah agama yang
menjadi rahmat bagi
seluruh alam, bagi orang
beriman maupun yang
tidak beriman. Syariat
yang termaktub dalam al-
Qur'an lengkap tidak
terkecuali syariat tentang
bagaimana umat muslim
menjalin hubungan dengan
nonmuslim atau orang-
orang kafir. Tentang
orang kafir sendiri Allah
swt. menurunkan surah
khusus yang diberi nama
al-Kafirun artinya orang-
orang kafir. Sebagian
besar kita hafal surah
yang terdiri atas enam
ayat itu.
Membaca surah al-Kafirun
memberi gambaran
kepada kita tentang
adanya satu garis pemisah
yang tegas antara orang
yang beriman dan yang
kafir. “Lakum diinukum
waliyadiin, bagimu
agamamu dan bagiku
agamaku,” bunyi ayat
terakhir. Dalam tafsirnya
Ibnu Katsir menjelaskan,
bahwa dalam berhubungan
dengan nonmuslim ada
batas-batas toleransi
yang tidak boleh dilanggar.
Yaitu dalam masalah
aqidah, ritual ibadah, dan
hukum-hukum syariat.
Sementara dalam hal
bermuamalah untuk
memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari seperti berjual
beli atau kerjasama yang
saling menguntungkan
diperbolehkan.
Ada tiga golongan orang
kafir yang masing-masing
berbeda cara
memperlakukannya.
Ketiga golongan tersebut
adalah kafir dzimmi, kafir
harbi, dan kafir '
mua'ahhad.
1. Kafir dzimmi
Mereka adalah golongan
orang kafir yang tidak
memusuhi atau
menyatakan perang
dengan kaum muslimin/
Islam. Menjadi kewajiban
bagi kaum muslimin untuk
melindungi mereka dari
kedzaliman. Tetapi
sebaliknya mereka (i)
wajib membayar jizyah
atau upeti kepada
penguasa atau ulil amri, (ii)
tidak boleh menjelek-
jelekkan Islam sedikit pun,
(iii) tidak melakukan
sesuatu yang merugikan
dan membahayakan kaum
muslimin, (iv) terpenting
mereka tunduk dengan
semua aturan dan hukum
Islam.
2. Kafir harbi
Mereka adalah orang kafir
yang menyatakan perang
dengan kaum muslimin,
dengan kata lain
memerangi umat Islam
karena agamanya. Di
antara akhlak seorang
muslim kepada kafir harbi
adalah (i) tidak
memerangi sebelum
berdakwah, (ii) tidak
menipu dan menyiksa
dalam perang, (iii) tidak
memerangi golongan
lemah di antara mereka
yakni wanita, anak-anak,
pendeta dan ahli ibadah,
serta orang tua yang tidak
mampu berperang, (iv)
tidak melakukan
perusakan terhadap
tanaman, buah-buahan,
membakar rumah tanpa
diperlukan, meracuni air
dan sejenisnya.
3. Kafir mua'ahhad
Mereka adalah orang kafir
yang terikat perjanjian
dengan kaum muslimin
dalam hal ini perlindungan
keamanan. Kewajiban
kita sebagai muslim
melaksanakan isi
perjanjian yang disepakati
selama tidak dilanggar.
= Hubungan dengan
golongan non muslim
Mengucapkan selamat
atau ikut serta dalam hari
raya nonmuslim sama
artinya kita rela dan
bersenang hati dengan
perayaan itu. Biasanya
orang memberikan ucapan
selamat karena kita ikut
bergembira atas apa yang
diraih, seperti mendapat
promosi jabatan,
mendapatkan rezeki, atau
mendapat karunia anak.
Dan itu menunjukkan
keridhaan kita pada hal
tersebut. Apalagi hari raya
umat agama lain, padahal
sudah jelas setiap kita
shalat meyakini bahwa
Allah swt. Maha Esa dan
tidak ada sekutu bagi-Nya.
Jika kita ridha dengan apa
yang mereka yakini atau
rayakan, berarti kita
sudah mengamini
keyakinan mereka, seperti
keyakinan Tuhan memiliki
anak. Na'udzubillahi
mindzalik. Berhati-hatilah
dalam hal ini karena dapat
menggugurkan iman jika
kita meyakininya,
meskipun tidak secara
langsung.
Sebaliknya, dalam Islam
tidak ada larangan
melakukan urusan
muamalah dengan
nonmuslim di luar urusan
aqidah dan peribadatan.
Seperti melakukan akad
jual beli atau sewa-
menyewa, perdagangan,
memuliakan tetangga,
menjamu tamu,
bersedekah, dan
sebagainya. Nabi saw.
pernah membeli makanan
untuk keluarga Beliau dari
seorang Yahudi. Nabi saw.
juga menggadaikan baju
besinya kepada seorang
Yahudi. Nabi saw. pernah
memakan makanan
mereka, dan menghadiri
undangan mereka.
= Dalam urusan
kemasyarakatan,
Rasululllah saw.
mengadakan perjanjian
damai dengan orang-
orang kafir, seperti
perjanjian Hudaibiyah
dengan orang-orang
musyrik, perjanjian damai
dengan orang Yahudi di
Madinah, dan perjanjian
dengan kaum Nashara di
Najran. Hal ini boleh
dilakukan demi
kemaslahatan bersama.
Dan dalam tataran ini
pemeluk agama lain yang
terikat dengan perjanjian
termasuk dalam golongan
orang kafir mua'ahhad,
dan bukan orang yang
harus diperangi. Rasulullah
saw. bersama kaum
muslimin melaksanakan isi
perjanjian bersama kaum
kafir waktu itu.
Refrensi:
Bughyatul Mustarsyidin I/528. Maktabah Syamilah
ﻣﺴﺄﻟﺔ : ﻱ : ( ﺣﺎﺻﻞ ﻣﺎ ﺫﻛﺮﻩ
ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻓﻲ ﺍﻟﺘﺰﻳﻲ ﺑﺰﻱ ﺍﻟﻜﻔﺎﺭ ﺃﻧﻪ
ﺇﻣﺎ ﺃﻥ ﻳﺘﺰﻳﺎ ﺑﺰﻳﻬﻢ ﻣﻴﻼً ﺇﻟﻰ ﺩﻳﻨﻬﻢ
ﻭﻗﺎﺻﺪﺍً ﺍﻟﺘﺸﺒﻪ ﺑﻬﻢ ﻓﻲ ﺷﻌﺎﺋﺮ
ﺍﻟﻜﻔﺮ ، ﺃﻭ ﻳﻤﺸﻲ ﻣﻌﻬﻢ ﺇﻟﻰ
ﻣﺘﻌﺒﺪﺍﺗﻬﻢ ﻓﻴﻜﻔﺮ ﺑﺬﻟﻚ ﻓﻴﻬﻤﺎ ، ﻭﺇﻣﺎ
ﺃﻥ ﻻ ﻳﻘﺼﺪ ﻛﺬﻟﻚ ﺑﻞ ﻳﻘﺼﺪ ﺍﻟﺘﺸﺒﻪ
ﺑﻬﻢ ﻓﻲ ﺷﻌﺎﺋﺮ ﺍﻟﻌﻴﺪ ﺃﻭ ﺍﻟﺘﻮﺻﻞ
ﺇﻟﻰ ﻣﻌﺎﻣﻠﺔ ﺟﺎﺋﺰﺓ ﻣﻌﻬﻢ ﻓﻴﺄﺛﻢ ،
ﻭﺇﻣﺎ ﺃﻥ ﻳﺘﻔﻖ ﻟﻪ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﻗﺼﺪ
ﻓﻴﻜﺮﻩ ﻛﺸﺪ ﺍﻟﺮﺩﺍﺀ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﻼﺓ .
Fatawa Ibnu Hajar Al-Hytami VI/153
ﻓﺎﻟﺤﺎﺻﻞ ﺃﻧﻪ ﺇﻥ ﻓﻌﻞ ﺫﻟﻚ ﺑﻘﺼﺪ
ﺍﻟﺘﺸﺒﻪ ﺑﻬﻢ ﻓﻲ ﺷﻌﺎﺭ ﺍﻟﻜﻔﺮ ﻛﻔﺮ
ﻗﻄﻌﺎً ﺃﻭ ﻓﻲ ﺷﻌﺎﺭ ﺍﻟﻌﻴﺪ ﻣﻊ ﻗﻄﻊ
ﺍﻟﻨﻈﺮ ﻋﻦ ﺍﻟﻜﻔﺮ ﻟﻢ ﻳﻜﻔﺮ، ﻭﻟﻜﻨﻪ
ﻳﺄﺛﻢ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻘﺼﺪ ﺍﻟﺘﺸﺒﻪ ﺑﻬﻢ ﺃﺻﻼً
ﻭﺭﺃﺳﺎً ﻓﻼ ﺷﻲﺀ ﻋﻠﻴﻪ
Mohon dikoreksi.....!
Tidak ada komentar :
Posting Komentar