Kamis, 13 Maret 2014

150: HUKUM MENJILAT ALAT KELAMIN (KLITORIS) ISTRI DAN ORAL SEX

PERTANYAAN:
Asalamualaikum.
pak ust gmn hukumnya seorang istri atau suami menjilat alat kelaminnya.

SAIL: Aqbar Madures
JAWABAN:
Wa Alaikum Salam. Wr. Wb
Diperbolehkan bagi seorang suami untuk bersenang-senang (istimta') dengan istrinya dengan cara bagaimanapun selain melalui dubur. Termasuk diperbolehkan bagi suami untuk menjilat atau menghisap kelentit / klitoris (bidhr) istrinya, asalkan tidak dilakukan saat istri sedang haid. Namun tetap diusahakan agar tidak sampai menjilat madzi yang biasanya keluar saat istimta', karena madzi hukumnya najis.

Hasyiyah I'anah ath Thaalibiin Juz 3 Hal. 387-388
تتمة : يجوز للزوج كل تمتع منها بما سوى حلقة دبرها ولو بمص بظرها
......................
قوله: تتمة) أي في بيان بعض آداب النكاح. وقد ذكرت معظمها قبيل مبحث الاركان (قوله: يجوز للزوج) ومثله المتسري (وقوله: كل تمتع منها) أي من زوجته: أي أو من أمته (قوله: بما سوى حلقة دبرها) أما التمتع بها بالوطئ فحرام: لما ورد أنه اللوطية الصغرى وأنه لا ينظر الله إلى فاعله وأنه ملعون (قوله: ولو بمص بظرها) أي ولو كان التمتع بمص بظرها فإنه جائز. قال في القاموس: البظر - بالضم - الهنة، وسط الشفرة العليا.اه
Al Ghayah Wat Taqrib Hal. 7


ويحرم بالحيض والنفاس ثمانية أشياء: الصلاة والصوم وقراءة القرآن ومس المصحف وحمله ودخول المسجد والطواف والوطء والاستمتاع بما بين السرة والركبة


Kifayatul Akhyar Juz 1 Hal. 66


ويدخل في قول الشيخ المذي لأنه خارج من أحد السبيلين وحجة نجاسته حديث علي رضي الله عنه في قوله :"كنت رجلا مذاء فاستحييت أن أسأل رسول الله صلى الله عليه وسلم فأمرت المقداد فسأله فقال يغسل ذكره ويتوضأ". والمذي أبيض رقيق لزج يخرج بلا شهوة عند الملاعبة والنظر


Jika kita memperhatikan perkataan para fuqaha' (ahli fiqh) terdahulu maka kita dapati isyarat akan bolehnya praktek oral seks meskipun praktek tersebut merupakan perkara yang qabiih (buruk). Untuk menjelaskan hal ini mari kita renungkan poin-poin berikut :

Pertama : Praktek kelainan-kelainan seksual seperti menjimak istri melalui dubur, atau menjimak hewan telah tersebutkan oleh para fuqaha' terdahulu dalam kitab-kitab fiqih mereka. Demikian pula praktek oral seks juga telah diisyaratkan dalam buku-buku fiqih terdahulu, bahkan diisyaratkan oleh Imam As-Syafi'i.

Al Umm 1/37

وَلَوْ نَالَ من امْرَأَتِهِ ما دُونَ أَنْ يُغَيِّبَهُ في فَرْجِهَا ولم يُنْزِلْ لم يُوجِبْ ذلك غُسْلًا وَلَا نُوجِبُ الْغُسْلَ إلَّا أَنْ يُغَيِّبَهُ في الْفَرْجِ نَفْسِهِ أو الدُّبُرِ فَأَمَّا الْفَمُ أو غَيْرُ ذلك من جَسَدِهَا فَلَا يُوجِبُ غُسْلًا إذَا لم يُنْزِلْ

Kalau seandainya sang suami menggauli istrinya tanpa membenamkan dzakarnya ke farji (kemaluan) istrinya dan ia tidak mengeluarkan air mani maka hal ini tidak mengharuskannya mandi (janabah). Dan kami tidak mewajibkan mandi janabah kecuali jika ia memasukan dzakarnya ke kemaluan istrinya atau duburnya. Adapun mulut (istrinya) dan anggota tubuh istrinya yang lainnya maka tidak mewajibkan mandi jika ia tidak mengeluarkan air mani

Yaitu dzahirnya seakan-akan Imam Syafi'i menjelaskan bahwa jika seorang lelaki memasukan kemaluannya di mulut istrinya atau bagian tubuh yang lain (seperti diantara dua paha, atau dua payudara, atau dua belahan pantat) maka tidak mewajibkan mandi junub kecuali jika sang lelaki mengeluarkan mani. Hal ini berbeda jika ia memasukan dzakarnya ke vagina wanita atau duburnya, meskipun tidak sampai mengeluarkan mani maka tetap wajib untuk mandi junub.
Namun kenyataannya kita tidak mendapati penjelasan fuqaha' terdahulu yang panjang lebar tentang hukum oral seks.

Kedua : Para ulama sepakat akan bolehnya menyentuh kemaluan istri.

Ibnu ‘Abidin Al-Hanafi berkata dalam kitab Haasyiat Ibni ‘Aabidiin 6/367


سَأَل أَبُو يُوسُفَ أَبَا حَنِيفَةَ عَنِ الرَّجُل يَمَسُّ فَرْجَ امْرَأَتِهِ وَهِيَ تَمَسُّ فَرْجَهُ لِيَتَحَرَّكَ عَلَيْهَا هَل تَرَى بِذَلِكَ بَأْسًا ؟ قَال : لاَ ، وَأَرْجُو أَنْ يَعْظُمَ الأَْجْرُ


Abu Yusuf bertanya kepada Abu Hanifah –rahimahullah- tentang seseorang yang memegang kemaluan istrinya, dan sang istri yang menyentuh kemaluan suaminya agar tergerak syahwatnya kepada sang istri, maka apakah menurutmu bermasalah?. Abu Hanifah berkata, “Tidak mengapa, dan aku berharap besar pahalanya. Lihat juga Al Bahr Ar Raiq syarh Kanz Ad Daqaaiq 8/220 dan Tabyiinul Haqaaiq 6/19

Ketiga : Pernyataan sebagian fuqaha' yang menunjukkan akan bolehnya mencium kemaluan (vagina) wanita. Hal ini sangat ditegaskan terutama di kalangan para ulama madzhab Hanbali, dimana mereka menjelaskan akan bolehnya seorang suami mencium kemaluan istrinya sebelum berjimak, akan tetapi hukumnya makruh setelah berjimak (lihat Kasyaaful Qinaa’ 5/16-17, Al-Inshoof 8/27, Al-Iqnaa’ 3/240).

Keempat : Bahkan ada sebagian fuqaha' yang menyatakan bolehnya lebih dari sekedar mencium. Yaitu bahkan dibolehkan menjilat kemaluan sang istri.

Al Hatthaab rahimahullah berkata dalam kitab Mawaahib al Jaliil 5/23


قَدْ رُوِيَ عَنْ مَالِكٍ أَنَّهُ قَال : لاَ بَأْسَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى الْفَرْجِ فِي حَال الْجِمَاعِ ، وَزَادَ فِي رِوَايَةٍ : وَيَلْحَسَهُ بِلِسَانِهِ ، وَهُوَ مُبَالَغَةٌ فِي الإِْبَاحَةِ ، وَلَيْسَ كَذَلِكَ عَلَى ظَاهِرِهِ


telah diriwayatkan dari Imam Malik –rahimahullah- bahwasanya ia berkata, “Tidak mengapa melihat kemaluan tatkala berjimak”. Dan dalam riwayat yang lain ada tambahan, “Ia menjilat kemaluan istrinya dengan lidahnya”.
Dan ini merupakan bentuk mubalaghah (sekedar penekanan) akan bolehnya, akan tetapi bukan pada dzhahirnya

Al-Malibaariy Al-Fanaaniy (dari kalangan ulama abad 10 hijriyah) dari madzhab As-Syafi’iyah berkata:


يَجُوزُ لِلزَّوْجِ كُل تَمَتُّعٍ مِنْهَا بِمَا سِوَى حَلْقَةِ دُبُرِهَا ، وَلَوْ بِمَصِّ بَظْرِهَا

“Boleh bagi seorang suami segala bentuk menikmati istrinya kecuali lingkaran dubur, bahkan meskipun mengisap kiltorisnya” (Fathul Mu’iin bi Syarh Qurrotil ‘Ain bi Muhimmaatid diin, hal 482, terbitan Daar Ibnu Hazm, cetakan pertama tahun 1424 H-2004 H, Tahqiq : Bassaam Abdul Wahhaab Al-Jaabi)

Kelima : belum ditemukan dari kalangan fuqaha' terdahulu yang mengharamkan mencium atau menjilat kemaluan pasangan. Adapun dua pendapat yang saya paparkan di awal artikel ini adalah dalil-dalil yang disebutkan oleh para ahlul ilmu zaman sekarang. Adapun diantara para ulama yang memandang oral seks adalah perbuatan yang buruk hanya saja hukumnya tidak sampai haram adalah Syaikh Al-Jibriin rahimahullah.

فتوى ابن جبرين في حكم الجنس الفموي

السلام عليكم هذه فتوى للشيخ العلامة عبد الله بن جبرين عن الجنس الفموي: شيخنا الفاضل سؤال قد يكون محرجاَ ولكن لابد منه
ولا حياء في الدين فقد كثر هذه الأيام الكلام عن جواز الجنس الفموي
وهو((مباشرة الفم للفرج من كلا الزوجين))
وقد سمعنا من يحرم ومن يحلل ذلك..وبعد هذا الخلاف أتفق الجميع على
سؤالك عن حكمه في الشرع..علماَ أن بعض الدراسات الطبية الحديثة أثبتت
أن هناك علاقة بين الجنس الفموي وبين سرطان الفم؟
نرجو منك يا شيخنا إيضاح المسألة وجزاكم الله كل خير

أجاب فضيلته : لا شك أن هذا عمل يستقذر وأنه شيئا مما يأنفه المرء العاقل من ان يعمله حتى النظر إلى الفرج مجرد ينظر الرجل إلى فرج إمرأته أو نظر المرأة إلى فرج زوجها فقد ثبت عن عائشة رضي الله عنها قالت " ما رأيت فرج رسول الله صلى الله عليه وسلم وكذلك قالت " مارآه مني ولا رأيته منه " أي كل منا لم ينظر إلى عورة الآخر التي هي الفرج بمجرد النظر فكيف يصل الأمر إلى ان يضع فمه على هذا الفرج الذي هو مخرج الدم والبول وكذلك المرأة تضع فمها على هذا المخرج الذي هو مخرج البول ومخرج المني ونحو ذلك ، فيكون هذا مستقذرا ولكن لا يصل الأمر إلى الإثم ولا إلى التحريم لأن التحريم تابع إلى الدليل القويم والرجل قد ابيح له الإستمتاع بزوجته على مايقدرعليه وعلى ما يباح له
واذا قال ان النظر إلى الفرج قد يثير الشهوة ويحرك الشهوة كان في ذلك مناطق محدده وكذلك ايضا بالنسبة للمرأة
وعل كل حال يتضح لنا بعدم النظر إلى العورة وبعدم الجنس الفموي كما يعبر عليه التقبيل للفرج من كلا الزوجين نقول انه شيء مستنكر في الطباع .............."
هذا والله أعلم.

inti dari fatwa tersebut.... Meskipun hati ini condong akan haramnya oral seks mengingat sulitnya terhindar dari menjilat madzi, akan tetapi karena saya hanya menemukan perkataan fuqaha' terdahulu yang membolehkan oral seks maka saya berhenti pada pendapat mereka.

Keenam : Meskipun tidak ada pernyataan dari fuqaha' terdahulu akan haramnya oral seks akan tetapi terdapat pernyataan mereka yang menunjukkan bahwa oral seks merupakan perbuatan yang qabiih (buruk).

Sebagian ulama Malikiyah (seperti Muhammad Al-’Uthbiy) tatkala menukil perkataan Imam Malik diatas (“Tidak mengapa melihat kemaluan tatkala berjimak”. Dan dalam riwayat yang lain ada tambahan, “Ia menjilat kemaluan istrinya dengan lidahnya), maka Al-’uthbiya membuang perkataan Imam Malik “Ia menjilat kemaluan istrinya dengan lidahnya”, karena Al-’Uthbiy memandang ini adalah perbuatan yang buruk (lihat Al-Bayaan wa At-Tahsiil 5/79). Akan tetapi maksud dari Imam Malik tatkala menyebutkan lafal tersebut adalah untuk penegasan akan bolehnya memandang kemaluan istri tatkala berjimak.

Al-Qaadhi Abu al-Waliid Muhammad bin Rusyd rahimahullah berkata dalam Al-Bayaan wa At-Tahshiil 5/79


إِلاَّ أَنَّ الْعُلَمَاءَ يَسْتَجِيْزُوْنَ مِثْلَ هَذَا إِرَادَةَ الْبَيَانِ ، وَلِكَيْلاَ يَحْرُمُ مَا لَيْسَ بِحَرَامٍ ، فَإِنَّ كَثِيْرًا مِنَ الْعَوَامِّ يَعْتَقِدُوْنَ أَنَّهُ لاَ يَجُوْزُ لِلرَّجُلِ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى فَرْجِ امْرَأَتِهِ فِي حَالٍ مِنَ الْأَحْوَالِ. وَقَدْ سَأَلَنِي عَنْ ذَلِكَ بَعْضُهُمْ فَاسْتَغْرَبَ أَنْ يَكُوْنَ ذَلِكَ جَائِزاً وَكَذَلِكَ تَكْلِيْمُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ عِنْدَ الْوَطْءِ، لاَ إِشْكَالَ فِي جَوَازِهِ وَلاَ وَجْهَ لِكَرَاهِيَتِهِ

Hanya saja para ulama membolehkan seperti ini dalam rangka penjelasan, sehingga tidak diharamkan perkara yang tidak haram. Karena banyak orang awam yang meyakini bahwasanya tidak boleh seseorang melihat kemaluan istrinya dalam kondisi apapun. Sebagian mereka telah bertanya kepadaku tentang hal ini, dan mereka heran kalau hal ini diperbolehkan. Demikian pula seseorang boleh berbicara dengan istrinya tatkala berjimak, tidak ada masalah dalam hal ini dan tidak ada sisi makruhnya




DIJAWAB OLEH: Al Murtadho dan Muqit Ismunoer 

LINK DISKUSI:


Silahkan dikoreksi……………………!!

Tidak ada komentar :

Posting Komentar